KabarMakassar.com ‐- Permasalahan aset yang ada di Manggala menuai banyak kecaman dari berbagai pihak, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) didesak untuk segera menangani persoalan tersebut.
Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulsel Jufri Rahman pun buka suara dan membeberkan dugaan dokumen palsu dalam permasalahan lahan Manggala.
“Manggala itu kan kita kalah di tingkat banding dan setelah diperiksa oleh biro hukum ternyata ada dokumen yang diajukan yang menang itu ditengarai palsu,” ujar Jufri Rahman di Kantor Gubernur Sulsel pada Senin (19/05).
Jufri Rahman menyatakan, langkah tegas akan dilakukan sebagai tindaklanjut atas sengketa lahan seluas 52 hektar yang ada di Manggala. Ia menyebut penggugat akan dilaporkan secepatnya.
“Laporkan Magdalena, menempatkan keterangan palsu diatas akte seolah-olah asli,” sambungnya.
Ia menerangkan, berdasarkan keterangan tertulis, dokumen yang dipersoalkan dikeluarkan pada tahun 2011, namun peristiwa atau perkaranya dijelaskan pada tahun 2015.
“Jadi seolah-olah dia peramal, bisa meramalkan kejadian di empat tahun sebelumnya, itu makanya Kepala Biro Hukum untuk bahan kasasi kepada MA sekaligus lapor pidana,” tukasnya.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Hukum, Herwin mengungkapkan jika laporan pidana akan segera diajukan minggu ini.
“Surat dari BPN itu yang ditengarai palsu, BPN bilang tidak pernah mengeluarkan surat itu,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, sekelompok orang yang tergabung dalam Forum Warga Bersatu dari perumahan Gubernur dan Perumahan Pemda Manggala, menggelar aksi unjuk rasa di Jalan Inspeksi PAM Timur, Kelurahan Manggala, Kecamatan Manggala, Makassar pada Minggu (18/05) sekitar pukul 09.00 WITA.
Warga yang diduga sekitar 100 orang itu melakukan aksi unjuk rasa terkait kemenangan pihak penggugat yakni Magdalena De Munnik di Pengadilan Tinggi Makassar dalam perkara sengketa atas lahan milik Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar seluas 52 hektar di Kelurahan Manggala.
Dalam aksinya, warga memblokade jembatan di depan salah satu kampus di lokasi tersebut yang merupakan akses masuk ke perumahan Pemprov dan Pemkot, menggunakan kayu dan bambu serta mobil komando.
Mereka juga melakukan orasi secara bergantian menggunakan sound system, hingga membentangkan poster dan spanduk.
Salah satu spanduk tersebut bertuliskan Mahkamah Agung dan Pengadilan Harus Berani Hentikan Mafia Tanah Berkedok Hukum dan Aksi Damai Warga Bersatu Lawan Mafia Peradilan dan Mafia Tanah.
“Hari ini kami dari Forum Warga mencoba mengetuk hati nurani masyarakat untuk turun ke jalan menuntut hak kita. Hak kita berupa rumah ini kita beli dengan sah dari pihak Pemprov Sulsel. Oleh karena itu kita harus mempertahankan rumah kita dan tanah kita atau menuntut hak-hak yang kita peroleh secara prosedural,” kata salah satu orator, Anshar dalam orasinya.
“Kita jangan mendengarkan pihak lain atau orang lain yang belum tentu kebenarannya, jika ada hal-hal yang ingin disampaikan atau informasi, silahkan menyampaikan dan mempertanyakan langsung kepada tokoh-tokoh masyarakat sebagai perwakilan warga kompleks. Hari ini kita bersepakat untuk melawan segala bentuk premanisme dan bersatu untuk melawan ketidakadilan,” lanjutnya.
Meski demikian, aksi damai para warga tersebut berjalan dengan tertib dan aman, sehingga warga membubarkan diri sekitar pukul 10.00 wita, di akhiri dengan pernyataan sikap dan dia bersama.
Adapun tuntutan para massa aksi tersebut, yaitu:
– Menolak proses peradilan sesat yang terindikasi dikendalikan oleh mafia tanah.
– Menuntut aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap pelaku mafia tanah, termasuk oknum di instansi pemerintah.
– Mendesak Pemerintah Provinsi Sulsel dan Pemkot Makassar untuk bertanggung jawab menjaga aset negara.
– Menolak segala bentuk aksi premanisme dan intimidasi di wilayah Manggala.
– Menolak pemberlakuan hukum warisan penjajahan Belanda (Eigendom Verponding) di Indonesia, karena Indonesia sudah merdeka.
Sebelumnya, Anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Fraksi HaraPAN, Hamzah Hamid, mendesak Pemprov Sulsel agar serius menangani persoalan hukum lahan 52 hektar di Kelurahan Manggala, Kota Makassar.
Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Paripurna yang digelar di lantai 3 gedung DPRD Provinsi Sulsel, Jumat (16/05).
Ia menyoroti keresahan masyarakat akibat putusan pengadilan yang menyatakan kawasan permukiman mereka sebagai lahan sengketa.
“Saya ingin memberi perhatian khusus. Banyak warga datang menyampaikan rasa takut dan bingung atas status rumah mereka, yang sudah mereka tempati selama puluhan tahun. Bahkan sebagian sudah mengantongi sertifikat dari BTN,” ujar Hamzah.
Menurut Hamzah, sejak lama pemerintah provinsi telah membangun perumahan di wilayah Manggala, dan warganya telah menjalankan kewajiban mencicil rumah sesuai prosedur.
Namun kini mereka terancam digusur setelah keluar putusan hukum yang menyatakan Pemprov Sulsel kalah dalam perkara sengketa lahan.
Putusan Pengadilan Tinggi Makassar dengan nomor 57/PDT/2025/PT.MKS tertanggal 19 Maret 2025 memenangkan penggugat, Magdalena De Munnik, yang mengklaim sebagai ahli waris atas lahan tersebut.
Padahal, kata Hamzah, lahan itu sebelumnya adalah tanah kosong yang dikuasai negara berdasarkan SK Gubernur Sulsel No. 575/V/1992 dan telah digunakan untuk membangun rumah dinas serta perumahan pegawai.
“Saya mendapat laporan langsung dari warga Blok 10, bahkan sekitar 20 siswa dari SMA Negeri 18 datang kepada saya karena sekolah mereka juga terancam terdampak penggusuran. Ini bukan hanya masalah aset, tapi menyangkut nasib dan psikologis masyarakat,” tegasnya.
Hamzah juga secara langsung mempertanyakan perhatian Pemprov kepada Sekretaris Provinsi Sulsel yang hadir mewakili Gubernur. Ia menilai pemerintah tidak boleh lepas tangan, apalagi masyarakat telah menjalankan kewajiban mereka dengan tertib.
“Mereka menyicil rumah, hidup dengan tenang, tapi sekarang dihantui putusan pengadilan. Saya minta ini jadi perhatian serius. Pemprov harus turun tangan dan bertanggung jawab, jangan sampai rakyat jadi korban,” pungkasnya.
Sekprov Sulsel, Jufri Rahman menjelaskan bahwa Pemprov Sulsel bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar dan BPN Provinsi Sulsel telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tinggi Makassar.
“Kami telah mengajukan kasasi terhadap putusan banding, jadi ini terus kita proses, jadi tidak langsung diambil itu lahan ya ada proses hukumnya,” jelasnya.