
KabarMakassar.com — Ketua Panitia Khusus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (Pansus LKPJ) DPRD Kota Makassar, Hartono, menyampaikan kritik tajam terhadap rendahnya dampak serapan anggaran Pemerintah Kota Makassar tahun anggaran 2024.
Ia menegaskan bahwa tingginya realisasi anggaran belum tentu mencerminkan keberhasilan, terutama jika tidak memberikan perubahan nyata bagi masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Hartono usai memimpin rapat evaluasi LKPJ Wali Kota Makassar di Gedung DPRD Makassar, Senin, (19/05).
Evaluasi ini merupakan tahap lanjutan, karena sejumlah pejabat disebut tak hadir pada pertemuan awal, beberapa pejabat diantaranya Direktur Utama PDAM, Inspektorat, Dinas Kebudayaan, dan beberapa kepala bagian di lingkup Sekretariat Kota Makassar.
Menurut anggota Komisi B itu, penggunaan anggaran harus diukur dari sisi manfaat yang dirasakan publik, bukan semata-mata dari persentase penyerapan.
“Kita berbicara soal dampak, bukan sekadar realisasi angka. kenyataannya, hampir semua serapan belum berdampak maksimal,” tegas Hartono.
Selama empat hari pembahasan intensif di Pansus, DPRD menelusuri sejumlah program dari berbagai SKPD yang dinilai tidak sinkron antara capaian anggaran dan hasil nyata di lapangan.
Hartono menekankan bahwa hasil kajian Pansus ini akan menjadi acuan utama dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2024.
“Yang kita hasilkan dari Pansus ini akan menjadi dasar penyusunan anggaran 2025. Jika serapan tidak berdampak signifikan pada masyarakat, maka perencanaan 2025 harus lebih fokus pada outcome, bukan hanya output,” ujarnya.
Ia mengapresiasi upaya serapan anggaran Pemkot Makassar yang secara umum sudah menyentuh angka 80 persen ke atas. Namun, ia menegaskan bahwa penggunaan APBD tidak cukup dilihat dari tingkat penyerapannya saja. Aspek substansi, nilai kebermanfaatan, serta dampak sosial harus menjadi ukuran utama efektivitas anggaran.
“Kita harus memberikan perhatian serius. Penggunaan APBD bukan soal menghabiskan anggaran, tapi tentang apa hasil akhirnya bagi masyarakat. Apa impact-nya, itu yang seharusnya menjadi ukuran,” lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Ia menambahkan, penelusuran angka bukan menjadi fokus utama dalam LKPJ, sebab audit rinci menjadi ranah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan akhir dari BPK nanti akan menjadi tolok ukur apakah pengelolaan keuangan Pemkot Makassar dinyatakan wajar tanpa pengecualian (WTP) atau sebaliknya.
“LKPJ tidak bicara angka semata. Nanti ada BPK yang melakukan audit untuk melihat sejauh mana pengelolaan keuangan sesuai aturan. Tapi di sini kita bicara dampak langsung. Ini yang harus jadi bahan evaluasi ke depan,” tegasnya.
Dengan rekomendasi dari Pansus LKPJ ini, DPRD Makassar berharap Pemkot tidak hanya fokus pada penyerapan anggaran, tetapi juga memastikan bahwa setiap rupiah dalam APBD benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
“Evaluasi ini menjadi bagian penting dalam membangun tata kelola pemerintahan yang lebih transparan, terukur, dan berpihak pada kepentingan publik,” pungkasnya.