
KabarMakassar.com — Menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilwalkot Palopo, dua kandidat dari pasangan berbeda menyatakan sikap tegas menolak praktik politik uang.
Paslon nomor urut 02 Farid Kasim Judas – Nurhaenih (FKJ-Nur) dan paslon nomor urut 04 Naili Trisal – Ahmad Syafruddin Daud alias Ome kompak menyerukan kampanye yang bersih, bermartabat, dan menjunjung tinggi aturan pemilu.
Farid Kasim Judas menegaskan bahwa di sisa waktu kampanye, pihaknya fokus menguatkan barisan pendukung tanpa jalan pintas. “Yang kita lakukan tentu akan mengoptimalkan kerja-kerja tim, mengoptimalisasikan pendukung untuk tetap solid dan bersama-sama memenangkan pasangan FKJ-Nur sampai hari pencoblosan,” ujar Farid, Selasa (20/05)
Terkait politik uang, Farid menyatakan bahwa hal itu tidak boleh ditoleransi. “Politik uang adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh aturan. Ini penting sebagai pembelajaran, bahwa ada rambu-rambu dan peraturan yang harus dijalankan sebagai koridor hukum yang wajib ditaati oleh setiap paslon,” tegasnya.
Senada dengan Farid, Ahmad Syafruddin Daud alias Ome, calon wakil wali kota nomor urut 04, juga menyuarakan komitmennya melawan politik uang. Ia menyebut pihaknya sudah sejak awal memberi pemahaman kepada tim dan pendukung agar menjaga integritas pemilu.
“Dari awal kita sudah lakukan penjagaan. Kita berikan edukasi kepada teman-teman bahwa kita ingin PSU ini menjadi kemenangan yang bermartabat dan terhormat—kemenangan yang kedua kalinya,” ujarnya.
Saat ditanya soal komitmen terhadap larangan politik uang, Ome menjawab tegas, “Tidak usah diragukan lagi, karena tentu mi itu nomor satu.”
Sikap tegas kedua paslon ini diharapkan dapat menjadi contoh dan pengingat bagi peserta kontestasi lainnya agar mengedepankan etika, aturan, dan integritas dalam berdemokrasi. Masyarakat pun diimbau berpartisipasi aktif mengawal jalannya PSU agar terhindar dari praktik curang dan tetap menjaga suara rakyat sebagai amanah tertinggi.
Sebelumnya, Direktur The Sawerigading Institute, Asri Tadda, menilai PSU Palopo sebagai momen reflektif dan korektif bagi warga dalam menentukan arah kepemimpinan kota lima tahun ke depan.
Asri menyebut PSU bukan sekadar pengulangan teknis pemilihan, melainkan kesempatan kedua bagi warga untuk mengevaluasi keputusan politik sebelumnya, termasuk mempertimbangkan ulang calon pemimpin terbaik berdasarkan pertimbangan rasional, bukan sekadar emosional atau popularitas semata.
“Jika pada Pilkada 27 April lalu ada warga yang merasa kurang tepat dalam menjatuhkan pilihan, maka PSU ini adalah ruang koreksi. Kesempatan kedua yang tak boleh disia-siakan,” ujar Asri.
Asri turut menyinggung pelaksanaan debat publik para pasangan calon yang digelar pada Sabtu (17/5) lalu. Menurutnya, meskipun debat kandidat sering kali tidak secara langsung mengubah preferensi pemilih, momen itu penting untuk menilai kesiapan konseptual paslon dalam membawa Palopo ke masa depan.
“Debat seharusnya jadi cermin, bukan hanya soal retorika, tetapi sejauh mana visi dan gagasan mereka mampu menjawab tantangan kota ini,” katanya.
Ia menambahkan, seluruh kandidat yang tampil dalam kontestasi politik Palopo saat ini bukanlah wajah baru. Sebagian besar sudah dikenal masyarakat, baik melalui jabatan publik sebelumnya maupun aktivitas politik di tingkat lokal. Oleh karena itu, rekam jejak dan integritas menjadi pertimbangan yang tak kalah penting dari sekadar performa debat.
Lebih lanjut, Asri menekankan pentingnya pemimpin transformatif yang memiliki keberanian untuk membawa Palopo menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Kawasan Timur Indonesia.
Ia menyebut kota Palopo memiliki posisi strategis sebagai penghubung kawasan Luwu Raya, dengan peluang besar untuk dikembangkan sebagai pusat jasa dan perdagangan yang terkoneksi lintas kabupaten bahkan lintas provinsi, seperti Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
“Palopo punya potensi untuk jadi hub regional, tapi itu butuh kepemimpinan yang terbuka, berpikiran maju, dan bisa membangun konektivitas serta sinergi regional,” tegasnya.